Selasa, 12 Februari 2019

CAKUPAN IMUNISASI di INDONESIA


Imunisasi berasal dari kata Imun, kebal, resisten. Anak diimunisasi, berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap suatu penyakit tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain (Notoatmodjo, 2003). Bayi yang lahir mempunyai kekebalan alami yang diterima dari ibunya saat masih dalam kandungan. Kekebalan ini didapat melalui plasenta dan akan habis kira-kira setelah bayi berusia 6 bulan. Pada usia ini seorang anak menjadi sasaran yang mudah dijangkiti penyakit. Untuk mencegahnya, suntikan imunisasi harus diberikan sedini mungkin.
Program imunisasi merupakan salah satu upaya untuk melindungi penduduk terhadap penyakit tertentu. Meningkatnya angka kematian penduduk akibat penyakit yang seharusnya bisa dicegah lewat imunisasi. Rendahnya cakupan imunisasi menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada bayi dan balita cenderung mengalami peningkatan. Beberapa penyakit menular muncul yang dulunya sudah mulai berkurang, seperti penyakit campak, hepatitis B, TB dan bahkan kembali muncul penyakit difteri (Triana, 2016). Dampak lainnya adalah menurunnya sistem imun individu yang membuat individu semakin mudah terkena penyakit, selain itu muncul nya penyakit komplikasi lainnya dari infeksi virus penyakit yang seharusnya tidak muncul jika di imunisasi. Seperti campak mematikan karena komplikasinya, yaitu radang paru (pneumonia), diare dengan dehidrasi (kekurangan cairan) berat, dan ensefalitis (peradangan di jaringan otak dengan konsekuensi kecacatan seumur hidup, jika penderitanya tidak meninggal). Campak juga dapat menyebabkan kebutaan dan infeksi telinga tengah yang berisiko gangguan pendengaran.
Pada dasarnya imunisasi ada 2 jenis :
1.      Imunisasi Pasif (Passive Immunization) adalah kekebalan tubuh yang bisa diperoleh seseorang yang zat kekebalan tubuhnya didapatkan dari luar. Imunisasi pasif dibagi menjadi 2:
a.       Imunisasi pasif alamiah adalah antibodi yang didapat seseorang karena diturunkan oleh ibu yang merupakan orang tua kandung langsung ketika berada dalam kandungan.
b.      Imunisasi pasif buatan adalah kekebalan tubuh yang diperoleh karena suntikan serum untuk mencegah  penyakit tertentu.
2.      Imunisasi Aktif (Active Immunization) adalah kekebalan tubuh yang didapat seseorang karena tubuh yang secara aktif membentuk zat antibodi.
a.       Imunisasi aktif alamiah adalah kekebalan tubuh yang secara otomatis diperoleh setelah sembuh dari suatu penyakit.
b.      Imunisasi aktif buatan adalah kekebalan tubuh yang didapat dari vaksinasi yang diberikan untuk mendapatkan perlindungan dari suatu penyakit. 
Imunisasi yang diberikan adalah:
-          BCG, untuk mencegah penyakit TBC.
-          DPT, untuk mencegah penyakit-penyakit difteri, pertusis dan tetanus.
-          Polio, untuk mencegah penyakit poliomyelitis.
-          Campak untuk mencegah penyakit campak (measles) (Notoatmodjo, 2003).
Berdasarkan fatwa MUI No 4 Th 2016 tentang imunisasi, solusi dan upaya pemerintah untuk meningkatkan cakupan imunisasi yaitu menjamin ketersediaan vaksin halal untuk kepentingan imunisasi bagi masyarakat. jaminan halal dan sertifikasi halal sangat diperlukan untuk meyakinkan kepada masyarakat bahwasannya imunisasi ini aman, sehat, serta mencegah dari berbagai penyakit (al wiqoyatu khoirun minal 'ilaaaaj) yang semakin tidak terkontrol adanya. seperti yang kita ketahui bersama, masalah yang tengah merebak dimasyarakat tentang imunisasi yaitu permasalahan ttg jaminan halal yang ada pada vaksin tersebut. karerna yang halal sudah pasti baik bukan hanya menjamin orang muslim, namun orang non muslimpun termasuk didalamnya.
Cakupan imunisasi dasar lengkap pada 2017 mencapai 92,04%, melebihi target yang telah ditetapkan yakni 92% dan imunisasi DPT-HB-Hib Baduta mencapai 63,7%, juga melebihi target 45%. Sementara tahun ini terhitung Januari hingga Maret imunisasi dasar lengkap mencapai 13, 9%, dan imunisasi DPT-HB-Hib Baduta mencapai 10,8%. Target cakupan imunisasi dasar lengkap 2018 sebesar 92, 5% dan imunisasi DPT-HB-Hib Baduta 70%. Saat ini di Indonesia masih ada anak-anak yang belum mendapatkan imunisasi secara lengkap bahkan tidak pernah mendapatkan imunisasi sejak lahir. Hal itu menyebabkan mereka mudah tertular penyakit berbahaya karena tidak adanya kekebalan terhadap penyakit tersebut. Data dari Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit,Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menunjukkan sejak 2014-2016, terhitung sekitar 1,7 juta anak belum mendapatkan imunisasi atau belum lengkap status imunisasinya. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengubah konsep imunisasi dasar lengkap menjadi imunisasi rutin lengkap. Imunisasi rutin lengkap itu terdiri dari imunisasi dasar dan lanjutan. Imunisasi dasar saja tidak cukup, diperlukan imunisasi lanjutan untuk mempertahankan tingkat kekebalan yang optimal.
Menurut Basic Health Survey dari RISKESDAS 2013, ada beberapa alasan tidak imunisasi, antara lain:
1.      Kurang Informasi:
a.       Kurang menyadari kebutuhan untuk imunisasi
b.      Kurang menyadari kebutuhan kembali untuk diimunisasi
c.       Tidak tahu tempat dan atau waktu imunisasi
d.      Takut efek samping
e.       Anggapan salah tentang kontra indikasi
2.      Kurang Motivasi
a.       Menunda dilain waktu
b.      Tidak percaya imunisasi
c.       Desas-desus tentang imunisasi
3.      Hambatan
a.       Tempat imunisasi terlalu jauh
b.      Waktu imunisasi tidak sesuai
c.       Petugas vaksin tidak hadir
d.      Vaksin tidak tersedia
e.       Ibu sangat sibuk
f.       Masalah keluarga
g.      Anak sakit tidak dibawa
h.      Anak sakit dibawa tapi tidak diimunisasi
i.        Alasan biaya pelayanan imunisasi
Dalam rangka mencapai cakupan imunisasi yang tinggi dan merata di setiap wilayah, Menteri Kesehatan mengimbau agar seluruh Kepala Daerah:
1.      Mengatasi dengan cermat hambatan utama di masing-masing daerah dalam pelaksanaan program imunisasi;
2.      Menggerakkan sumber daya semua sektor terkait termasuk swasta;
3.      Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya imunisasi rutin lengkap sehingga mau dan mampu mendatangi tempat pelayanan imunisasi.
Kepada seluruh masyarakat, Menkes menghimbau agar masyarakat secara sadar mau membawa anaknya ke tempat pelayanan kesehatan untuk mendapatkan imunisasi dan tidak mudah terpengaruh isu-isu negatif yang tidak tepat mengenai imunisasi. Selain itu, masyarakat pun dihimbau agar tidak mudah terpengaruh isu-isu negatif yang tidak tepat mengenai imunisasi.

Hasil Kajian Departemen Isu dan Advokasi ILMAGI 2018/2019




Sumber
repository.litbang.kemkes.go.id.

Minggu, 10 Februari 2019

Hari Pangan Sedunia 2019


A ZERO HUNGER WORLD BY 2030 IS POSSIBLE

I. SEJARAH HARI PANGAN SEDUNIA
Adanya peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) pada setiap tanggal 16 Oktober adalah sebuah momentum yang mengingatkan dunia bahwa kekuatan setiap negara ditentukan oleh kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh masyarakat secara berkelanjutan. Momen HPS adalah untuk meningkatkan kesadaran dan perhatian akan pentingnya penanganan masalah pangan baik di tingkat nasional, regional maupun global secara berkelanjutan.
Hari Pangan Sedunia diinisiasi sebagai bentuk perhatian bahwa semakin rawannya krisis pangan di dunia telah diingatkan oleh FAO (Food and Agriculture Organization) sejak diselenggarakan Konferensi Pangan Sedunia di Roma tahun 1974. FAO pada Konferensi ke-20 bulan Nopember 1979 di Roma mencetuskan Resolusi Nomor 179 yang disepakati semua negara anggota FAO termasuk Indonesia, yang menetapkan untuk memperingati World Food Day (Hari Pangan Sedunia). Peringatan HPS mulai tahun 1981 dilaksanakan setiap tanggal 16 Oktober, sesuai dengan hari didirikannya FAO yaitu pada tanggal 16 Oktober 1945 di Quebec City, Canada.
Tema HPS tahun ini yaitu “A zero hunger world  by 2030 is possible” tema tersebut terkait penurunan angka kelaparan didunia, tema ini sejalan dengan target SDGs 2030 yaitu “mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan meningkatkan gizi, serta mendorong pertanian yang berkelanjutan”. menanggulangi masalah kelaparan menjadi penekanan pada poin 2 SDGs, Dengan Negara bukan hanya bertanggung jawab untuk mengakhiri kelaparan, namun juga menjamin ketersediaan dan keamanaan pangan dan memajukan pertanian yang berkelanjutan.
II. ANGKA KELAPARAN DI INDONESIA
Tingkat kelaparan Indonesia masih berada di level serius. Hal ini berdasarkan Global Hunger Index (GHI) 2016. GHI dibuat untuk mengukur dan melacak kondisi kelaparan secara global. Indeks ini dikeluarkan oleh International Food Policy Research Institute (IFPRI), sebuah lembaga penelitian internasional yang selalu melakukan riset di bidang kelaparan dan kekurangan gizi di negara berkembang. Peningkatan angka GHI suatu negara menunjukkan situasi kelaparan semakin memburuk. GHI menggunakan empat indikator yang bisa mewakili pemenuhan gizi suatu negara. Indikator tersebut yaitu kondisi kekurangan gizi seluruh penduduk, berat badan dan tinggi anak di bawah lima tahun, dan angka kematian anak sebelum mencapai usia lima tahun.
Prosentase penduduk Indonesia yang kelaparan, turun dari 19,7 persen di tahun 1990-1992, menjadi hanya 7,9 persen di tahun 2014-2016. Pertumbuhan ekonomi yang pesat membantu Indonesia menurunkan angka kelaparan. Namun, meskipun telah berhasil menurunkan angka kelaparan hingga 50 persen, Indonesia masih dinilai lambat dalam mengurangi jumlah penduduk yang kekurangan gizi, khususnya anak-anak dibawah usia 5 tahun. Dari data terakhir, hampir 37 persen balita di Indonesia menderita stunting atau terhambat pertumbuhannya karena kekurangan gizi.
Direktur Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat dari Millenium Challenge Account Indonesia, Minarto, menjelaskan 7,6 juta balita di Indonesia menderita stunting atau terhambat pertumbuhannya, akibat kekurangan gizi kronis. Kondisi ini dikhawatirkan akan menurunkan kualitas sumber daya manusia di masa depan. MCA Indonesia adalah badan yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia untuk menjalankan program kesehatan dan gizi berbasis masyarakat untuk mengurangi stunting.
III. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB MASALAH KELAPARAN DI INDONESIA
            Ada beberapa faktor yang menyebabkan masalah kelaparan di Indonesia, antara lain:
1.      Kemiskinan
2.      Ketidakstabilan Sistem Pemerintah
3.      Penggunaan Lingkungan yang Melebihi Kapasitas
4.      Diskriminasi dan Ketidakberdayaan
5.      Terbatasnya Subsidi Pangan
6.      Meningkatnya Harga Pangan
7.      Tingginya Tingkat Pengangguran
8.      Kurangnya Pengasuhan atau Kepedulian Keluarga
IV. SOLUSI PENURUNAN ANGKA KELAPARAN DI INDONESIA
Untuk mengatasi masalah kelaparan, pemerintah telah melakukan berbagai upaya, salah satunya dengan adanya program Desa Mandiri Pangan (Village Food Resilience Programme/DMP) yang dibesut Badan Ketahanan Pangan. Pada dasarnya, program ini bertujuan untuk mendorong agar masyarakat desa memenuhi pangannya secara mandiri sesuai dengan potensi wilayahnya. Masyarakat tidak dibatasi untuk menanam komoditas apapun, selama dapat memberi manfaat secara ekonomi.
Kementerian Pertanian (Kementan) terus berupaya untuk mengatasi masalah kelaparan di Tanah Air dengan meningkatkan produktivitas di sektor pangan. Menurut FAO, ada beberapa solusi untu menurunkan angka kelaparan di dunia, yaitu:
1. Target Tuntaskan Kelaparan
Target Zero Hunger atau tuntaskan kelaparan bisa menyelamatkan 3,1 juta anak dalam setahun.
2. Selamatkan Ibu dan Bayi
Ibu yang memiliki gizi baik memiliki bayi yang lebih sehat dengan sistem kekebalan tubuh yang lebih kuat.
3. Tuntaskan Gizi Buruk
Usaha menuntaskan kelaparan bisa menghentikan kekurangan gizi anak dan dapat meningkatkan PDB negara berkembang sebesar 16,5 persen.

4. Investasi
Satu dolar yang diinvestasikan dalam pencegahan kelaparan dapat menghasilkan keuntungan antara USD 15-1393.
5. Berikan Nutrisi yang Tepat
Nutrisi yang tepat di awal kehidupan bisa meningkatkan 46 persen lebih banyak pendapatan seumur hidup.
6. Tangani Kekurangan Zat Besi
Menghilangkan anak dengan kekurangan besi dalam suatu populasi dapat meningkatkan produktivitas di tempat kerja sebesar 20 persen di masa depan.
7. Kurangi Angka Kematian Bayi
Tak ada kelaparan artinya akan mengakhiri kematian anak terkait nutrisi. Selain itu dapat meningkatkan tenaga kerja sebesar 9,4 persen.
8. Kesejahteraan Sosial
Tak ada kasus kelaparan bisa membangun negara lebih aman, sejahtera, makmur, dan adil. Pendidikan generasi penerus juga lebih terjamin.

V. KETAHANAN PANGAN
Ketahanan pangan terwujud apabila secara umum telah terpenuhi dua aspek sekaligus. Pertama adalah tersedianya pangan yang cukup dan merata untuk seluruh penduduk. Kedua, setiap penduduk mempunyai akses fisik dan ekonomi terhadap pangan untuk memenuhi kecukupan gizi guna menjalani kehidupan yang sehat dan produktif dari hari ke hari (DK Pangan 2006). Terdapat 3 poin utama yang dapat diperhatikan, yaitu kecukupmerataan, akses, dan fungsi. Pangan yang bergizi diperlukan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan sehari-hari manusia. Keberagaman dari sumber karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral akan menciptakan tubuh yang berfungsi baik. Akses dalam hal ekonomi yang utama dan bisa dilihat signifikan pengaruhnya karena masih banyaknya masalah perekonomian rendah terutama di Indonesia ini. Serta pemerataan sumberdaya pangan dapat membuktikan daerah yang memperhatikan peran ketahanan pangan pasti lebih berkembang. Sehingga, ketahanan pangan yang berdaulat tentunya akan meningkatkan fungsi tubuh secara individu dan tingkat kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan di suatu negara.
Cara yang mampu ditawarkan bagi kita para ahli gizi nantinya adalah tentang edukasi promotif untuk masyarakat Indonesia melalui berbagai media, seperti sosialisasi 4 Pilar Pedoman Gizi Seimbang yang sampai sekarang belum dikenal masyarakat yang masih lebih mengenal 4 Sehat, 5 Sempurna. Cara lain tentunya melalui peran pemerintah yang bisa lebih memperhatikan kebutuhan petani, peternak, dan nelayan sebagai arus utama pendukung terciptanya ketahanan pangan.
Dalam konteks pengentasan kelaparan yg disebabkan oleh kemiskinan, ketahanan pangan merupakan faktor kunci bagi pengurangan penduduk miskin sehingga penguatan ketahanan pangan akan berdampak secara signifikan terhadap penurunan kemiskinan dan kelaparan. Ketahanan pangan dapat dicapai melalui penyediaan pangan dan strategi diversifikasi pangan.
Wakil menteri pertanian RI, Dr Bayu, menyampaikan program pengentasan kemiskinan serta kelaparan tidak dapat dipisahkan dengan kebijakan pembangunan pertanian, pedesaan, dan kebijakan ketahanan pangan nasional. “Mayoritas penduduk miskin tinggal di pedesaan dengan kondisi lahan marginal, kualitas SDM relatif rendah, keterbatasan modal, serta belum memadainya fasilitas infrastruktur. Kelompok masyarakat miskin ini sangat menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Oleh karena itu, sebagai upaya mengentaskan kemiskinan, langkah strategis yang harus dilakukan adalah membangun sektor pertanian dan pedesaan secara terpadu,” jelasnya.
Jadi, secara tidak langsung, ketahanan pangan dapat mengurangi kemiskinan yang berhubungan dengan kelaparan dan kebutuhan pangan masyarakat dapat terpenuhi dengan baik, dari segi diversitas nya, keterjangkauannya dan ketersediaannya.

VI. PERAN AHLI GIZI
Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Sesuai dengan Undang-Undang No. 18 tahun 2012 tentang Pangan. Indonesia sebagai negara agraris yang besar sesungguhnya memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, bahkan memasok bagi kebutuhan pangan global. Namun demikian, beberapa pangan pokok masih menghadapi berbagai permasalahan, baik ketersediaan dan pasokan maupun harga.
Dalam menurunkan angkaa kelaparan, pemerintah bersamaa kabupate kota telah menyusun beberapa gerakan strategi, yaitu Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional pada taahun 2011. Dalam pandan rencana aksi ini, disebutkan beberapa peran ahli gizi, yaitu
1. Perbaikan gizi masyarakat
Pemerintah memfokuskan pada ibu pra-hamil, ibuhamil, dan anak. dalam perbaikan ini, tentu melibatkan berbagai ranah keprofesian, tidak hanya ahli gizi saja. peran ahli gizi adalah untuk mengintervensi gizi efektif untuk meningkatkan peengetahuan akan gizi, dan memberikan implementasi2 khusus, seperti suplemen TTD pada ibu hamil dan WUS, juga vitamin A pada anak.
2. Peningkatan aksebilitas pangan yang beragam khususnya pada keluarga rawan pangan dan miskin.
Dalam mendapatkan pangan , pasti erat kaitannya dengan masalah ekonomi seseorang, peran ahli gizi dalam hal ini adalah untu mengedukasi masyarakat tentang pangan yang tersedia pada daerah tersebut, dan disesuaikan dengan status ekonomi mayarakat tersebut, sehingga mengurangi dampak dari kemiskinan pada pemilihan pangan.

3. Peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat.
PHBS sangat mempengaruhi status gizi seseorang, karena dapat menyebabkan berbagai penyakit infeksi yang mempengaruhi status gizi seseorang. masyarakat harus diedukasi secara intensif untuk terus mempraktikan PHBS ini.
4. Melakukan berbagai penelitian terkait gizi untuk menunjang kemajuan kehidupan masyarakat.
5. Membantu pemerintah dalam membentuk kebijkan terkaait gizi untuk menanggulangi berbagai masalah gizi yang ada.
Secara umum, ketahanan pangan sebagian besar masyarakat Indonesia telah meningkat pada periode 2009 dan 2015. Hal ini, terutama sebagai dampak dari perbaikan pada beberapa indikator ketahanan pangan dan gizi. Hasil ini menggembirakan, namun kemajuan tersebut dapat mengalami hambatan jika tantangan-tantangan utama yang ada tidak ditangani dengan baik.


Hasil kajian departemen Isu dan Advokasi Ikatan Lembaga Mahasiswa Gizi Indonesia 2018/2019



DAFTAR PUSTAKA
Dewan Ketahanan Pangan dan WFP. 2015. Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia 2015 : Versi Rangkuman
Hari Pangan Sedunia Momen Wujudkan Kedaulatan Pangan Di Era Perubahan Iklim  (Artikel ini diambil dari : www.depkes.go.id)
Jewarut, Riana Siprianus. 2018. Upayakan Program Indonesia Zero Hunger, Ini Strategi Kementan. JituNews.com [INTERNET]: Tersedia pada http://jitunews.com/read/42191/upayakan-program-indonesia-zero-hunger-ini-strategi-kementan#ixzz5V29nuG46
Pallutturi, Sukri.2015. Health Politics Teori Dan Praktek. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Syadri, Muhammad. 2017. 8 Upaya Dunia Tuntaskan Masalah Kelaparan dan Rawan Pangan. JawaPos [INTERNET]: https://www.jawapos.com/internasional/16/10/2017/8-upaya-dunia-tuntaskan-masalah-kelaparan-dan-rawan-pangan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan

Kamis, 07 Februari 2019

ADA APA DENGAN STUNTING?


ADA APA DENGAN STUNTING?
Sering kita mendengar tentang stunting di Indonesia. Sudahkah kalian mengetahui apa itu stunting? Stunting merupakan keterhambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan yang dirasakan oleh anak karena kondisi malnutrisi, ketidakcukupan stimulasi psikososial, penyakit infeksi yang berulang dari segi kebersihan dan sanitasi lingkungannya seperti saat diare banyak zat gizi yang keluar dan penyerapan zat gizi yang tidak optimal menyebabkan peningkatan kebutuhan asupan gizi dimana ketika asupan gizi tadi tidak terpenuhi bisa menyebabkan si anak mengalami hambatan dalam tumbuh kembangnya yang menyebabkan stunting (WHO, 2018). Menurut buku SK Antropometri Kemenkes 2010, pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks PB menurut Umur (PB/U) atau TB/U yg merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek). Berdasarkan jurnal yang ditulis Mercedes dan Francesco di US National Library of Medicine tahun 2016, di tahun 2013 diperkirakan 161 juta penduduk dunia adalah stunting. Data RISKESDAS 2013 prevalensi pendek di Indonesia secara nasional sebesar 37,2% yang terdiri dari 18,0% sangat pendek dan 19,2% pendek, dan saat ini Indonesia menempati 5 besar didunia untuk angka stunting. Stunting dapat dideteksi sejak saat lahir. Bayi stunting adalah bayi yang PB lahirnya <48 cm dan cenderung mengalami BBLR. Walaupun bayi yang lahir dengan PB normal, tetap bisa mengalami stunting jika tidak didukung dengan asupan yang cukup dan baik dan juga dipengaruhi oleh penyakit infeksi. Z-score antara -3,0 SD s/d <-2,0 SD menunjukkan stunting dan severe stunting untuk < -3,0 SD.
Menurut WHO, prevalensi balita pendek menjadi masalah kesehatan masyarakat jika prevalensinya 20% atau lebih. Berdasarkan data IPKM 2013, prevalensi stunting tertinggi di Indonesia terjadi di Provinsi NTT tepat nya di Timor Tengah Selatan yaitu sebesar 70,43% atau sekitar 38.773 balita stunting. Sedangkan menurut PSG 2015, sebesar 29% balita Indonesia termasuk kategori pendek, dengan persentase tertinggi juga di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Barat. Beberapa provinsi diatas masih memiliki persentase stunting tinggi
Akar masalah stunting sendiri ada dari non kesehatan , baik masalah ekonomi (belum mampu menyediakan makanan sesuai dengan pesan gizi seimbang), politik (kebijakan yang tidak berjalan dengan baik), sosial-budaya(seperti food taboo menghindari makanan yang bergizi mengikuti leluhur sebelumnya) , kurangnya pemberdayaan perempuan (terkait pengolahan dan pengetahuan tentang makanan bergizi), serta masalah degradasi lingkungan (Supariasa et al., 2012).
Karena hal tersebut, Menteri kesehatan menegaskan bahwa aspek kesehatan membutuhkan peran semua sektor dan tatanan masyarakat. “Menurut UNICEF, penyebab utama gizi buruk dan stunting adalah kemiskinan. Bangsa kita agak kesulitan mengatasi masalah ini karena kemiskinan belum bisa diatasi dengan sempurna," kata guru besar Departemen Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Dr Ir Ali Khomsan MS. Menurut Community for Development UNICEF Aceh Zone, Nurdahlia Lairing, banyak kebiasaan buruk dan persepsi salah yang masih dilakukan oleh masyarakat di lingkungannya. "Antara lain tak memberikan ASI eksklusif pada bayinya," katanya di kantor UNICEF Aceh, di Banda Aceh, Aceh.
Menurut hasil rapat kerja kesehatan nasional 2018, penyebab langsung dari stunting yaitu penyebab yang berasal dari internal penderita yaitu asupan gizi dan infeksi. Asupan gizi disini apabila asupan gizi yang kurang dapat mempengaruhi daya tahan tubuh si penderita (imunitas), sehingga tumbuh kembang anak dapat terganggu. Infeksi disini seperti apa yang telah dijelaskan yang berawal dari kurangnya asupan gizi yang membuat anak kehilangan daya tahan tubuhnya dan nafsu makannya maka anak akan mudah terkena atau terpapar oleh penyakit yang menyebabkan infeksi.
Sedangkan penyebab tidak langsung, yaitu:
1. Ketersediaan pangan Rumah Tangga. Hal ini sangat berkaitan dengan faktor ekonomi rumah tangga. Karena semakin tinggi daya beli maka semakin mampu rumah tangga dalam melengkapi ketersediaan pangannya (Apri, 2015)
2. Pengetahuan ibu. Seorang ibu yang mendidik anaknya tanpa ilmu akan sangat berbeda dengan yang tanpa ilmu. Ibu dengan pegetahuan yang luas dapat mengetahui pola asuh, kebutuhan dan kecukupan gizi anak dan keluarganya yang berhubungan juga dengan tingkat pendidikan.
3. Pelayanan kesehatan. Adanya pelayanan kesehatan sekitar maka masalah stunting dapat diatasi dengan cepat dan tepat oleh ahli gizi yang ada di daerah tersebut.
Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi juga menjadi salah satu penyebab stunting. Kemudian Stunting juga disebabkan oleh Faktor Multi Dimensi, intervensi paling menentukan pada 1000 HPK.
(Buku Saku Desa dalam Penanganan Stunting, Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, 2017).
Dampak stunting bagi penderita yaitu perkembangan terhambat, gangguan  metabolisme dalam tubuh, kekebalan tubuh menurun. Sedangkan untuk dampak jangka panjang, yaitu menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar dan resiko tinggi untuk  munculnya penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan  pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua
Indonesia mengalami kerugian sekitar 300 triliun dikarenakan adanya stunting. Mengapa hal itu terjadi?
Jika kita menilik lebih dalam, stunting sangat berpengaruh terhadap kualitas sdm dan perkembangan ekonomi suatu negara. Karena kecerdasan otaknya terganggu, ukuran fisik nya tidak optimal, anak BBLR yang menjadi stunting tidak bisa menghasilkan sumber daya manusia yang mampu berdaya saing.
Pendekatan untuk mengurangi angka stunting di suatu negara, khususnya Indonesia dapat dilakukan dengan intervensi gizi spesifik da intervensi gizi sensitif.
1. Intervensi Gizi Spesifik
Dilakukan melalui sektor kesehatan yang berfokus kepada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) anak yang berkontribusi 30% pada penurunan stunting. Pertama dilakukan Intervensi dengan sasaran ibu hamil melalui memberikan makanan tambahan pada ibu hamil untuk mengatasi kekurangan energi dan protein kronis, mengatasi kekurangan zat besi dan asam folat, mengatasi kekurangan iodium, menanggulangi kecacingan pada ibu hamil. Kedua, Intervensi dengan sasaran ibu menyusui dan anak usia 0-6 bulan, yaitu mendorong inisiasi menyusui dini (IMD),mendorong pemberian ASI Eksklusif. Ketiga, Intervensi dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 7-23 bulan, yaitu mendorong penerusan pemberian ASI hingga usia 23 bulan didampingi oleh pemberian MP-ASI, menyediakan obat cacing, penyediaan suplementasi zink, melakukan fortifikasi zat besi ke dalam makanan, memberikan imunisasi lengkap, melakukan pencegahan dan pengobatan diare.
2. Intervensi Gizi Sensitif
Intervensi yang ditujukan melalui berbagai kegiatan pembangunan di luar sektor kesehatan dengan sasaran masyarakat umum. Idealnya dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan diluar sektor kesehatan dan berkontribusi pada 70% Intervensi Stunting. Kegiatan yang dilakukakn seperti menyediakan dan memastikan akses pada air bersih serta sanitasi, melakukan fortifikasi bahan pangan, menyediakan akses kepada layanan kesehatan dan Keluarga Berencana (KB), menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), memberikan pendidikan pengasuhan pada orang tua, memberikan pendidikan anak usia dini, memberikan pendidikan gizi masyarakat, meningkatkan ketahanan pangan dan gizi.
Intervensi yang dapat dilakukan sebagai mahasiswa gizi untuk mengurangi angka stunting dengan menyediakan konseling tentang pemberian ASI dan fortifikasi atau suplementasi vitamin A dan seng memiliki potensi terbesar untuk mengurangi beban morbiditas dan mortalitas anak. Peningkatan makanan pendamping ASI melalui strategi seperti penyuluhan tentang gizi dan konseling gizi, suplemen makanan di daerah rawan pangan secara substansial dapat mengurangi stunting dan beban terkait penyakit. Tentunya melibatkan banyak aspek dari orang pangan, kesmas, gizi, farmasi, politik, ekonomi, dsb.
Sebagai mahasiswa gizi, optimalisasi peran kementrian agama dan pemberdayaan perempuan sangat dibutuhkan untuk mengedukasi masyarakat bagaimana menjadi keluarga yang sehat serta mengedukasi para perempuan yang belum menikah agar lebih dipikirkan lagi jika ingin menikah muda untuk mempersiapkan segalanya bersama pasangannya juga bertanggung jawab pada tumbuh kembang sang anak yang akan menjadi generasi penerus bangsa mengenai pentingnya pemenuhan gizi dimulai saat prekonsepsi . Pentingnya optimalisasi peran penggerak di suatu daerah, khususnya ibu PKK dan maksimalisasi peran POSYANDU. Kemudian, optimalisasi dari sektor pangan lokal yang akan bekerjasama dengan lulusan pangan, diskusi apa saja bahan makanan lokal yang bisa diolah dan ditanam secara mandiri oleh masyarakat agar bisa memenuhi kebutuhan zat gizi yang diperlukan. PENDEKATAN dengan masyarakat daerah tersebut secara perlahan serta bantuan TOKOH MASYARAKAT daerah tersebut untuk mengajak masyarakat agar mau peduli dengan stunting dan mengubah pola hidup menjadi lebih sehat. Dengan adanya kerjasama dari berbagai sektor diharapkan angka stunting di Indonesia bisa menurun dan terbebas dari stunting.

Sumber:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2013. Stunting.
Buku Saku Desa dalam Penanganan Stunting. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. 2017. Dampak yang dapat ditimbulkan oleh stunting. Jakarta.
Supariasa, 2012. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hasil kajian departemen Isu dan Advokasi ILMAGI 2018/2019


Selasa, 15 Januari 2019

Rindu tak Sampai


Dalam barisan bintang yang benderang
Ku bersujud mengharap kasih
Dipenghujung jalan penuh sembilu
Ku mengharapkan kasih namun tak sampai
            Walau harus bertaruh dengan pilu
            Kubiarkan rindu menelan sendu
            Kukabarkan kepada seluruh penghuni alam
            Bahwa sejatinya cinta tak harus terbalas dan bertemu
Biarkan alam berkata pada langit
Betapa rindu yang kian menusuk menjadi saksi
Akan ketegaran hati yang tak kunjung sampai
Berdindingkan rindu yang kian memuncah
Biarlah rindu yang tak sampai menjadi bukti
Bahwa aku pernah berharap
Namun bukan pada pewujud harapan palsu
Yang membuat rindu tak kian sampai